بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم


I.            PENDAHULUAN
Islam telah mengajarkan kepada kita agar berbakti kepada orang tua, mengingat banyak dan besarnya pengorbanan serta kebaikan orang tua terhadap anak, yaitu memelihara dan mendidik kita dejak kecil tanpa perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak mengharapkan balasan sedikit pun dari anak, meskipun anak sudah mandiri dan bercukupan tetapi orang tua tetap memperlihatkan kasih sayangnya, oleh karena itu seorang anak memiliki macam-macam kewajiban terhadap orang tuanya menempati urutan kedua setelah Allah Swt, dan kita juga dilarang durhaka kepada orang tua. Dalam makalah ini, pemakalah akan memaparkan tentang birrul walidain dan ‘uququl walidain.
           II.            HADIS
A.    Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.

عَنْ عَبْدُ الله بن عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: رِضَى اللهُ فى رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم)

Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1][1]

B.     Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ اَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]


C.    Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
عَبْدُ الله بن مَسْعُودٍ قال سَاَ لْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ايُّ الْعَمَلِ اَحَبُّ الى الله قال: الصَّلَاةُ على وَقْتِهَا قال: ثم اي قال:ثُمَّ بِرُّ الْوَالْدَيْنِ قال: ثم اي قال: الجِهَادُ فى سَبِيْلِ الله ( اخرجه البخاري و مسلم)
Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]

D.    Hadis Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya.
عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان الله حرم عليكم عقوق الامهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]





E.     Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
عن عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه . قيل رسول الله.و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل: يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]

            III.            PEMBAHASAN

A.    Birrul Walidain
1.      Pengertian Birrul Walidain
Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.
2.      Kedudukan Birrul Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]
3.      Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
a.       Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.
b.      Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[1][7]
c.       Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.
d.      Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
e.       Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.
f.       Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
g.      Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
h.      Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:
-          Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
-          Melunasi semua hutang-hutangnya
-          Melaksanakan wasiatnya
-          Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
-          Memuliakan sahabat-sahabatnya
-          Mendoakannya.[1][8]
4.      Doa Anak untuk Orang Tua
Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41
 
41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".

Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24

24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

B.     ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan  atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut).[1][9] 
1. Hukum Uququl Walidain
Uququl walidain adalah perbuatan durhaka atau menyakiti hati orangtua, baik dengan ucapan, atau perbuatan seperti memutus hubungan baik dengannya. Dan perbuatan jahat ini haram hukumnya dan termasuk dosa besar.
Dalil yang menyatakan demikian di antaranya riwayat dari Anas ibnu Malik, ia berkata, “Nabi ditanya tentang dosa dosa besar, beliau menjawab: yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orangtua.” (Riwayat Bukhari).
Riwayat dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga, (dalam redaksi yang lain, Allah tiada akan melihatnya pada hari kiamat), yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.” (Riwayat An Nasa’i).
Di dalam Al Quran, larangan berbuat durjana kepada orangtua serta perintah agar berbakti kepada keduanya sangatlah banyak. Allah berfirman di dalam surat An Nisa’ ayat 36: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan Nya. Dan hendaklah kalian berbuat baik kepada orangtua…”
Ayat dan Hadits di atas menunjukkan betapa besar bahaya yang ditimbulkan karena mendurhakai orangtua. Yakni tidak dimasukkannya ke dalam surga dan terhalang mendapatkan rahmat Allah ta’ala.
2. Hadits tentang Uququl Walidain
Hadits Pertama
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ وَرَّادٍ مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَمَنَعَ وَهَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
)أخرجه البخا ري)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Asy-Sya’biy dari Warrad, maula Al Mughirah bin Syu’bah dari Al Mughirah bin Syu’bah berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesunhgguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak wanita hidup-hidup dan serta membenci kalian dari qiila wa qoola (memberitakan setiap apa yang didengar), banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” (HR Al-Bukhari)
 Hadits Kedua
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِالرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ) أخرجه البخا ري)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Ayahnya dari Humaid bin Abdurrahman dari Abdullah bin ‘Amru radliallahu ‘anhuma dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya termasuk dari dosa besar adalah seseorang melaknat kedua orang tuanya sendiri, ” beliau ditanya; “Kenapa hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Seseorang mencela (melaknat) ayah orang lain, kemudian orang tersebut membalas mencela ayah dan ibu orang yang pertama.” (HR Al-Bukhari)
 Hadits Ketiga
عن ابي بكرة رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: كل الذنوب يؤخر الله ما شاء منها الى يوم القيامة الا عقوق الوالدين فأن الله تعالى يعجله لصاحبه في الحياة قبل الممات (أخرجه الطبراني)
Artinya: “Dari Abi Bakroh ra. saya mendengar Rosulullah SAW. bersabda:”Semua dosa akan diakhirkan oleh Allah SWT sesuai dengan kehendaknya dari segala dosa-dosa itu sampai hari kiamat. Kecuali durhaka terhadap kedua orang tua, maka sesungguhnya Allah Ta’ala mempercepat (dampak) terhadap orang-orang yang durhaka di dalam hidupnya sebelum mati.” (HR. Thabrani)
3. Penjelasan Hadits Uququl Walidain
A.  Allah Mengharamkan Anak Berlaku Durhaka Kepada Ibu
Maksud dari hadits pertama, ((إِنَّ اللهَ sesungguhnya Allah yang Mahaluhur dan Agung. (حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الآُمّهاَتِ) mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, yaitu tidak taat kepada kedua orang tua. Namun, di sini cukup dengan penyebutan kata ibu tanpa penyebutan bapak, sebab durhaka pada ibu termasuk perbuatan yang sangat tercela, atau bisa juga karena ibu lebih lemah daripada bapak.
(ووأد البنات) dan mengubur anak perempuan hidup-hidup, karena di dalamnya termasuk memutuskan keturunan atau generasi yang dampaknya mampu merobohkan alam semesta. (وَمَنْعَ) dan menolak sesuatu yang diwajibkan. Menolak kewajiban yang diberikan oleh orang tua, bagi seorang anak adalah hal yang diharamkan Allah. Kewajiban yang seharusnya ditunaikan kepada kedua orang tua seperti berbakti, mendoakannya, dan menjaga nama baiknya.
(وهات) dan Allah mengharamkan atas kalian meminta sesuatu yang bukan haknya.  Dan Allah ta’ala membenci atas kalian banyak bicara (لَكُمْ قِيْلَ وَقاَلَ), seperti dalam perkumpulan yang tidak ada gunanya membahas seuatu yang tidak jelas “ini begini dan begitu”, atau dari pembicaraan yang tidak benar dan tidak mempunyai maksud yang diketahui. Karena terkadang pembicaraan tersebut tanpa sengaja bisa mengarah ke perbuatan ghibah dan adu domba. Jadi, dalam konteks ini seorang anak dilarang membicarakan mengenai orang tuanya di dalam suatu majlis, tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Karena yang demikian itu bisa mengarah pada perbuatan ghibah.
Dan Allah SWT membenci banyak bertanya (كَثرَةَ السُّؤلِ) , kepada nabi SAW dari pertanyaan yang tidak penting untuk dipertanyakan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, QS Al-Maidah ayat 101:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Dan Allah SWT membenci menghambur-hamburkan harta (إضاعة المال), seperti menginfakkannya kepada sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh syara’. Karena Allah menjadikan harta sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemaslahatan hamba, dan memboroskan harta termasuk menhambur-hamburkan harta. Namun, imam An-Nawawi  mengecualikan jika harta tersebut digunakan untuk bersedekah atau diberikan dijalan yang baik (berupa makanan atau pakaian), tidak termasuk memboroskan harta. Karena sejatinya harta diberikan untuk kemanfaatan dan kenikmatan yang diizinkan olah syara’.[4]
B.  Termasuk Dosa Besar Seseorang Memaki Orang Tuanya Sendiri
Hadits yang kedua, sekalipun yang disebutkan adalah laki-laki (الرجل), tetapi maknanya mencakup laki-laki dan perempuan [3]. Kata يَسُبُّ berarti memaki atau mencela. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa termasuk dosa besar ialah seseorang yang memaki atau melaknat orang tuanya sendiri. Lalu, bagaimana hal itu bisa terjadi? Rasulullah SAW menjawab yaitu ketika seseorang memaki ayah orang lain sehingga orang itu pun memaki ayahnya, dan dia memaki ibu orang lain sehingga orang itupun memaki ibunya.
Al-Imam An-Nawawi berkata dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim, “Dalam hadits ini terkandung dalil bahwa seseorang yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu, maka akibat yang terjadi boleh dilimpahkan kepadanya. Perbuatan ini masuk dalam kedurhakaan (terhadap kedua orang tua) karena ia dapat menyebabkan orang tua merasa terluka..”.[5] Tentunya kalau berbuat yang mengarah kepada suatu keburukan saja merupakan suatu dosa besar, maka melakukannya langsung –dalam hal ini memaki orang tua — adalah lebih besar lagi.
Dengan kata lain, memaki orang tua orang lain saja sudah termasuk dosa besar. Apalagi jika melakukannya terhadap orang tua sendiri, tentu dosanya akan lebih besar lagi. Sebagaimana firman Allah, QS Al-Isra’ ayat 23:
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
C.  Allah Mempercepat Dampak Terhadap Orang-orang yang Durhaka di Dalam Hidupnya Sebelum Mati
Mengenai hadits yang ketiga, yaitu diterangkan bahwa Allah akan mempercepat dampak (hukuman) terhadap orang-orang yang dalam hidupnya durhaka kepada orang tuanya, sebelum ajal menjemput.
Diantara hukuman bagi orang yang durhaka kepada orang tua adalah:
1.      Pelakunya menjadi sosok yang dilaknat oleh Allah
Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
Artinya: “Allah melaknat orang yang mengubah batas (patok) tanah, Allah melaknat budak yang bertuan kepada selain tuannya, Allah melaknat orang yang menyesatkan jalan orang-orang yang buta, Allah melaknat orang yang menyembelih (hewan) untuk selain-Nya, Allah melaknat orang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang , Allah melaknat orang yang durhaka kepada orang tua dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.”
2.      Rizkinya akan dipersempit
Kalaupun rizkinya dilapangkan, itu merupakan istidraz (tipuan) baginya, dengan demikian barang siapa yang berbakti kepada kedua orang tua, maka Allah akan melapangkan rizkinya.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW
Artinya: “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah dan dilapangkan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk , maka hendaklah ia bertaqwa dan membina silaturahmi.”
3.      Ajalnya tidak akan ditangguhkan
4.      Pelakunya berpeluang meninggal dunia dengan buruk, ia meninggal dalam keadaan buruk seperti dalam keadaan maksiat.
5.      Amalnya tidak diterima meskipun amal itu baik, hal tersebut disebabkan dia telah durhaka kepada kedua orang tuanya. Diriwayatkan dari Umamah al-Bahih, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: ”Ada tiga (kelompok) yang Allah tidak akan menerima sharf dan tidak pula adl-Nya, yaitu orang-orang yang durhaka (kepada orang tuanya). Orang ang sering menyebut-nyebut apa yang telah dia berikan dan mendustakan takdir.
.           4. Penyebab Durhaka Kepada Orang Tua
Sebuah kedurhakaan pasti ada penyebab dari timbulnya sikap tersebut, diantaranya adalah :
1. Tidak mengetahui keagungan orang
tua dan tidak mengetahui hukuman atas kedurhakaan itu, baik hukuman di dunia maupun di akhirat kelak.
2. Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian lainnya atau dalam kata lain adanya ketidak adilan anak atas sebagian lainnya yang diberikan orang tua kepada anaknya.
3. Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil, kelalaian terhadap hak ibu dan adanya sikap lebih condong pada salah satu istri, hingga merugikan istri yang lain.
4. Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong sahabatnya yang mendorong menentang orang tuanya.
Diriwayatkan dari abu hurairoh r.a dia berkata: “ Rasulullah SAW bersabda :
Artinya “ Akhlak seseorang itu tergantung pada akhlak sahabat karibnya, karena itu, hendaklah salah seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang digauli (nya).
(Musnad Imam Ahmad, Juz 16, hlm. 226, no Hadist 7685).
5. Faktor ekonomi, adanya faktor ekonomi mengakibatkan adanya perlawanan antara orang tua dan anaknya.
                     5. Hukuman Bagi Anak Yang Durhaka
Diantara hukuman bagi orang yang durhaka kepada orang tua adalah :
1. Pelakunya menjadi sosol yang dilaknat oleh ALLah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
Artinya : “Allah melaknat orang yang mengubah batas (patok) tanah , Alllah melaknat budak yang bertuan kepada selain tuannya, Allah melaknat orang yang menyesatkan jalan orang orang yang buta , Allah melaknat orang yang menyembelih (hewan) untuk selain, , Allah melaknat orang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang Allah melaknat orang yang durhaka kepada orang tua dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth”. (Musnad Imam Ahmad, Juz 6, hlm 298, Hadist no. 2765)
2.Rizkinya akan dipersempit Kalaupun rizkinya dilapangkan, itu merupakan stidraz ( tipuan ) baginya dengan demikian, barang siapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya, maka Allah akan melapangkan rizkinya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist :
Artinya : Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah dan dilapangkan rizkinya. Serta dihindarkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah ia bertaqwa dan membina silaturrahmi. (Al-Mustadrak, al-hakim, Juz, hlm 128, hadist no. 7389).
3. Ajalnya tidak akan ditangguhkan
4. Pelakunya berpeluang meninggal dunia dengan buruk, ia berpeluang meninggal dalam keadaan buruk, seperti dalam keadaan maksiat.
5. Amalnya tidak diterima meskipun amal itu baik, hal; tersbut disebabkan dia telah durhaka kepada kedua orang tuanya , di riwiyatkan dari umamah al-bahili, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : Ada tiga (kelompok) yang Allah tidak akan menerima sharf dan tidak pula adl Nya, yaitu orang-orang yang durhaka (kepada orang tuanya) , orang yang sering menyebut-nyebut apa yang telah dia berikan dan orang mendustakan taqdir. ( al-Ibanah al-Kubraq, Ibnu Bathah, Juz 4, hlm 60 hadist no. 153).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Allah SWT telah mengharamkan bagi seorang anak durhaka kepada kedua orang tuanya (uququl walidain). Asy-Syaikh Abu ‘Amr bin Ash-Shalah rahimahullah bertutur dalam kitab Al-Fataawaa, bahwa ‘uququl walidain adalah setiap perbuatan yang bisa menyebabkan orang tua terluka atau yang semisalnya. Termasuk dosa besar perbuatan yang mengarah pada kedurhakaan, seperti memaki atau menghina orang tua orang lain. Dan Allah akan mempercepat azab bagi orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya sebelum datangnya ajal.
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Durhaka kepada kedua orang tu adalah mengabaaikan hak-hak mereka, membangkang terhadap mereka dan melakukan hal-hal yang tidak mereka suka, menyakiti mereka, meski hanya dengan sepataah kata atau pandangan menyakitkan.
2. Durhaka kepada orang tua adalah suatu hal yangdi haramkan dan termasuk dosa besar setelah syirik.
3. Penyebab dari timbulnya sikap tersebut, diantaranya adalah :
a) Tidak mengetahui keagungan orang tua.
b) Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian
c) Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil
d) Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong sahabatnya yang mendorong menentang orang tuanya
4. Hukuman bagi orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya :
a) Pelakunya menjadi sosok yang dilaknat oleh Allah
b) Rizkinya akan di persempit
c) Ajalnya tidak akan ditangguhkan
d) Pelakunya berpulang meninggal dunia dalam keadaan yang buruk
e) Amalnya tidak akan diterima meskipun amal itu baik
f) Anak cucunya akan durhaka kepadanya.
B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, dengan harapan semoga bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dperlukan demi kemaslahatan bersama, dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya. supaya pembenahan dari isi dan subtansi makalah ini bisa lebih baik, dan mudah-mudahan didalam pembuatan makalah ini bisa bermanfaat, amin.




[1][1] Ibnu Hajar al-Asqolani, Terjemahan lengkap Bulughul Maram, ( Jakarta: Akbar,cet2,2009),hlm.671.
[1][2] Imam nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin juz I, (Jakarta: Pustaka Amani,cet IV,1999),hlm.327.
[1][4] Imam ibnu Al-Jauzi, Shahih Bukhari juz IV,(Qohiroh:Darul Hadis,2008),hlm.138.
[1][5] Imam Muhammad bin Ismail al-‘amir al-Yamin as-Son’ani, Subulussalam, Syarh Bulughul Maram, ( Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah,1998)hlm,306.
[1][6] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhklak,(Yogyakarta,LPPI,cetIX,2007),hlm.147-152.
[1][7] Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan Rosul,(Semarang: Aneka Ilmu,cet I, 2006),hlm.378.
[1][8] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak,..hlm.152-156.
[1][9] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak,...hlm,157-159.









[1][3] Imam Nawawi,...hlm.325.

Komentar