بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ
الرَّحِيم
I. PENDAHULUAN
Islam telah mengajarkan kepada kita agar berbakti kepada
orang tua, mengingat banyak dan besarnya pengorbanan serta kebaikan orang tua
terhadap anak, yaitu memelihara dan mendidik kita dejak kecil tanpa perhitungan
biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak mengharapkan balasan sedikit pun dari
anak, meskipun anak sudah mandiri dan bercukupan tetapi orang tua tetap
memperlihatkan kasih sayangnya, oleh karena itu seorang anak memiliki macam-macam
kewajiban terhadap orang tuanya menempati urutan kedua setelah Allah Swt, dan
kita juga dilarang durhaka kepada orang tua. Dalam makalah ini, pemakalah akan
memaparkan tentang birrul walidain dan ‘uququl walidain.
II.
HADIS
A. Hadis Abdullah
ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.
عَنْ عَبْدُ الله بن
عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: رِضَى اللهُ فى
رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ ( اخرجه الترمذي وصححه
ابن حبان والحاكم)
Artinya: dari
Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “
Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu
terletak pada murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih
oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1][1]
B. Hadis Abu Hurairah
tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ اَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال
جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ
النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك
قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu
Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku
pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah
menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi
orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “
Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]
C. Hadis Abdullah bin
Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
عَبْدُ الله بن مَسْعُودٍ قال سَاَ لْتُ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ايُّ الْعَمَلِ اَحَبُّ الى الله قال: الصَّلَاةُ
على وَقْتِهَا قال: ثم اي قال:ثُمَّ بِرُّ الْوَالْدَيْنِ قال: ثم اي قال:
الجِهَادُ فى سَبِيْلِ الله ( اخرجه البخاري و مسلم)
Artinya: “ dari
Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal
apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada
waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat
baik kepada kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau
menjawab: “ berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]
D. Hadis Al-Mughirah
bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak kewajiban,
meminta yang bukan haknya.
عن المغيرة بن شعبة
قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان الله حرم عليكم عقوق الامهات ووأد البنات ومنع
وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري)
Artinya: dari
Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah
ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang
bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang
yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]
E. Hadis Abdullah
ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
عن عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال
: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه .
قيل رسول الله.و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل: يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل
فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “ dari
Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “
diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para
sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua
orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain,
kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain,
dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]
III.
PEMBAHASAN
A. Birrul Walidain
A. Birrul Walidain
1. Pengertian Birrul
Walidain
Istilah Birrul
Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru
atau al-birru artinya kebajikan dan al-walidain artinya kedua
orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan
terhadap kedua orang tua.
2. Kedudukan Birrul
Walidain
Birrul Walidain mempunyai
kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan
orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya
juga menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya
menempati posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat
besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah
juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam
mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun
tidak ikut mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing,
melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan
sampai waktu yang sangat tidak terbatas.
Berdasarkan
semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut untuk
berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]
3. Bentuk-Bentuk
Birrul Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
a.
Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua
dalam nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat
musyrik, bila kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan
cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.
b.
Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan
santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya,
terlebih di usia senja.[1][7]
c.
Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan,
baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama
keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.
d.
Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga
dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan
mengerjakan pekerjaan rumah.
e.
Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.
f.
Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
g.
Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
h.
Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan
dengan cara antara lain:
-
Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
-
Melunasi semua hutang-hutangnya
-
Melaksanakan wasiatnya
-
Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
-
Memuliakan sahabat-sahabatnya
-
Mendoakannya.[1][8]
4. Doa Anak untuk
Orang Tua
Seorang anak yang
ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh dari ayat suci
Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan kepada Allah
Swt agar dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang tuanya dari
dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim
as dalam Q.S.Ibrahim:41
41. Ya Tuhan Kami,
beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada
hari terjadinya hisab (hari kiamat)".
Permohonan Nabi
Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24
24. dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil".
B. ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain
artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa
besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di
dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam
ajaran Islam dan juga mengingat betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap
anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan apapun.
Adapun bentuk
pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai
dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata
kasar, menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh
dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam
Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang
tua yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila
kedua orang tua sudah berusia lanjut).[1][9]
1. Hukum Uququl Walidain
Uququl walidain adalah perbuatan durhaka atau menyakiti hati orangtua, baik dengan ucapan,
atau perbuatan seperti memutus hubungan baik dengannya. Dan perbuatan jahat ini haram hukumnya
dan termasuk dosa besar.
Dalil yang menyatakan demikian di antaranya riwayat dari
Anas ibnu Malik, ia berkata, “Nabi ditanya tentang dosa dosa besar, beliau
menjawab: yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orangtua.” (Riwayat
Bukhari).
Riwayat
dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu
alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga,
(dalam redaksi yang lain, Allah tiada akan melihatnya pada hari kiamat), yaitu
orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.” (Riwayat An Nasa’i).
Di dalam Al Quran, larangan berbuat durjana kepada orangtua
serta perintah agar berbakti kepada keduanya sangatlah banyak. Allah berfirman
di dalam surat An Nisa’ ayat 36: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu
menyekutukan Nya. Dan hendaklah kalian berbuat baik kepada orangtua…”
Ayat
dan Hadits di atas menunjukkan betapa besar bahaya yang ditimbulkan karena
mendurhakai orangtua. Yakni tidak dimasukkannya ke dalam surga dan terhalang
mendapatkan rahmat Allah ta’ala.
2. Hadits tentang Uququl Walidain
Hadits
Pertama
حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ وَرَّادٍ
مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ الْبَنَاتِ وَمَنَعَ وَهَاتِ وَكَرِهَ لَكُمْ
قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ
)أخرجه
البخا ري)
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami ‘Utsman telah menceritakan kepada kami Jarir
dari Manshur dari Asy-Sya’biy dari Warrad, maula Al Mughirah bin Syu’bah dari
Al Mughirah bin Syu’bah berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesunhgguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak
wanita hidup-hidup dan serta membenci kalian dari qiila wa qoola (memberitakan
setiap apa yang didengar), banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” (HR
Al-Bukhari)
Hadits Kedua
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِالرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قِيلَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ يَسُبُّ الرَّجُلُ
أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ) أخرجه البخا ري)
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami
Ibrahim bin Sa’d dari Ayahnya dari Humaid bin Abdurrahman dari Abdullah bin
‘Amru radliallahu ‘anhuma dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguhnya termasuk dari dosa besar adalah seseorang melaknat
kedua orang tuanya sendiri, ” beliau ditanya; “Kenapa hal itu bisa terjadi
wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Seseorang mencela (melaknat) ayah orang
lain, kemudian orang tersebut membalas mencela ayah dan ibu orang yang
pertama.” (HR Al-Bukhari)
Hadits Ketiga
عن ابي بكرة رضي الله
عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: كل الذنوب يؤخر الله ما شاء منها
الى يوم القيامة الا عقوق الوالدين فأن الله تعالى يعجله لصاحبه في الحياة قبل الممات
(أخرجه الطبراني)
Artinya:
“Dari Abi Bakroh ra. saya mendengar Rosulullah SAW. bersabda:”Semua dosa
akan diakhirkan oleh Allah SWT sesuai dengan kehendaknya dari segala dosa-dosa
itu sampai hari kiamat. Kecuali durhaka terhadap kedua orang tua, maka sesungguhnya
Allah Ta’ala mempercepat (dampak) terhadap orang-orang yang durhaka di dalam
hidupnya sebelum mati.” (HR. Thabrani)
3. Penjelasan Hadits Uququl Walidain
A. Allah
Mengharamkan Anak Berlaku Durhaka Kepada Ibu
Maksud dari hadits pertama, ((إِنَّ
اللهَ sesungguhnya Allah yang Mahaluhur dan Agung. (حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الآُمّهاَتِ) mengharamkan atas
kalian durhaka kepada ibu, yaitu tidak taat kepada kedua orang tua. Namun, di
sini cukup dengan penyebutan kata ibu tanpa penyebutan bapak, sebab durhaka
pada ibu termasuk perbuatan yang sangat tercela, atau bisa juga karena ibu
lebih lemah daripada bapak.
(ووأد البنات) dan mengubur anak perempuan hidup-hidup,
karena di dalamnya termasuk memutuskan keturunan atau generasi yang dampaknya
mampu merobohkan alam semesta. (وَمَنْعَ)
dan menolak sesuatu yang diwajibkan. Menolak kewajiban yang diberikan oleh
orang tua, bagi seorang anak adalah hal yang diharamkan Allah. Kewajiban yang
seharusnya ditunaikan kepada kedua orang tua seperti berbakti, mendoakannya,
dan menjaga nama baiknya.
(وهات) dan Allah mengharamkan atas kalian
meminta sesuatu yang bukan haknya. Dan Allah ta’ala membenci atas kalian
banyak bicara (لَكُمْ قِيْلَ وَقاَلَ),
seperti dalam perkumpulan yang tidak ada gunanya membahas seuatu yang tidak
jelas “ini begini dan begitu”, atau dari pembicaraan yang tidak benar dan tidak
mempunyai maksud yang diketahui. Karena terkadang pembicaraan tersebut tanpa
sengaja bisa mengarah ke perbuatan ghibah dan adu domba. Jadi, dalam
konteks ini seorang anak dilarang membicarakan mengenai orang tuanya di dalam
suatu majlis, tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Karena yang
demikian itu bisa mengarah pada perbuatan ghibah.
Dan
Allah SWT membenci banyak bertanya (كَثرَةَ السُّؤلِ)
, kepada nabi SAW dari pertanyaan yang tidak penting untuk dipertanyakan.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, QS Al-Maidah ayat 101:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan
kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan
diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”
Dan
Allah SWT membenci menghambur-hamburkan harta (إضاعة
المال), seperti menginfakkannya kepada sesuatu yang tidak
diperbolehkan oleh syara’. Karena Allah menjadikan harta sebagai faktor yang
sangat berpengaruh terhadap kemaslahatan hamba, dan memboroskan harta termasuk
menhambur-hamburkan harta. Namun, imam An-Nawawi mengecualikan jika harta
tersebut digunakan untuk bersedekah atau diberikan dijalan yang baik (berupa
makanan atau pakaian), tidak termasuk memboroskan harta. Karena sejatinya harta
diberikan untuk kemanfaatan dan kenikmatan yang diizinkan olah syara’.[4]
B. Termasuk Dosa Besar Seseorang Memaki Orang Tuanya
Sendiri
Hadits
yang kedua, sekalipun yang disebutkan adalah laki-laki (الرجل), tetapi maknanya mencakup laki-laki dan perempuan [3]. Kata يَسُبُّ berarti memaki atau mencela. Dalam hadits
tersebut dijelaskan bahwa termasuk dosa besar ialah seseorang yang memaki atau
melaknat orang tuanya sendiri. Lalu, bagaimana hal itu bisa terjadi? Rasulullah
SAW menjawab yaitu ketika seseorang memaki ayah orang lain sehingga orang itu
pun memaki ayahnya, dan dia memaki ibu orang lain sehingga orang itupun memaki
ibunya.
Al-Imam
An-Nawawi berkata dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim, “Dalam hadits ini
terkandung dalil bahwa seseorang yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu, maka
akibat yang terjadi boleh dilimpahkan kepadanya. Perbuatan ini masuk dalam
kedurhakaan (terhadap kedua orang tua) karena ia dapat menyebabkan orang tua
merasa terluka..”.[5] Tentunya kalau berbuat yang mengarah
kepada suatu keburukan saja merupakan suatu dosa besar, maka melakukannya
langsung –dalam hal ini memaki orang tua — adalah lebih besar lagi.
Dengan
kata lain, memaki orang tua orang lain saja sudah termasuk dosa besar. Apalagi
jika melakukannya terhadap orang tua sendiri, tentu dosanya akan lebih besar
lagi. Sebagaimana firman Allah, QS Al-Isra’ ayat 23:
Artinya
: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.”
C. Allah Mempercepat Dampak Terhadap Orang-orang yang
Durhaka di Dalam Hidupnya Sebelum Mati
Mengenai
hadits yang ketiga, yaitu diterangkan bahwa Allah akan mempercepat dampak
(hukuman) terhadap orang-orang yang dalam hidupnya durhaka kepada orang tuanya,
sebelum ajal menjemput.
Diantara
hukuman bagi orang yang durhaka kepada orang tua adalah:
1. Pelakunya
menjadi sosok yang dilaknat oleh Allah
Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
Artinya: “Allah melaknat orang yang
mengubah batas (patok) tanah, Allah melaknat budak yang bertuan kepada selain
tuannya, Allah melaknat orang yang menyesatkan jalan orang-orang yang buta,
Allah melaknat orang yang menyembelih (hewan) untuk selain-Nya, Allah melaknat
orang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang , Allah melaknat orang
yang durhaka kepada orang tua dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan
kaum Luth.”
2. Rizkinya
akan dipersempit
Kalaupun rizkinya dilapangkan, itu
merupakan istidraz (tipuan) baginya, dengan demikian barang siapa yang berbakti
kepada kedua orang tua, maka Allah akan melapangkan rizkinya.
Hal
ini sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW
Artinya:
“Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah dan dilapangkan
rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk , maka hendaklah ia
bertaqwa dan membina silaturahmi.”
3. Ajalnya
tidak akan ditangguhkan
4. Pelakunya
berpeluang meninggal dunia dengan buruk, ia meninggal dalam keadaan buruk
seperti dalam keadaan maksiat.
5. Amalnya
tidak diterima meskipun amal itu baik, hal tersebut disebabkan dia telah
durhaka kepada kedua orang tuanya. Diriwayatkan dari Umamah al-Bahih, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: ”Ada tiga (kelompok) yang Allah tidak akan
menerima sharf dan tidak pula adl-Nya, yaitu orang-orang yang durhaka (kepada
orang tuanya). Orang ang sering menyebut-nyebut apa yang telah dia berikan dan
mendustakan takdir.
. 4. Penyebab Durhaka Kepada Orang Tua
Sebuah kedurhakaan
pasti ada penyebab dari timbulnya sikap tersebut, diantaranya adalah :
1. Tidak mengetahui keagungan orang tua dan tidak mengetahui hukuman atas kedurhakaan itu, baik hukuman di dunia maupun di akhirat kelak.
2. Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian lainnya atau dalam kata lain adanya ketidak adilan anak atas sebagian lainnya yang diberikan orang tua kepada anaknya.
3. Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil, kelalaian terhadap hak ibu dan adanya sikap lebih condong pada salah satu istri, hingga merugikan istri yang lain.
4. Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong sahabatnya yang mendorong menentang orang tuanya.
Diriwayatkan dari abu hurairoh r.a dia berkata: “ Rasulullah SAW bersabda :
Artinya “ Akhlak seseorang itu tergantung pada akhlak sahabat karibnya, karena itu, hendaklah salah seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang digauli (nya).
(Musnad Imam Ahmad, Juz 16, hlm. 226, no Hadist 7685).
5. Faktor ekonomi, adanya faktor ekonomi mengakibatkan adanya perlawanan antara orang tua dan anaknya.
1. Tidak mengetahui keagungan orang tua dan tidak mengetahui hukuman atas kedurhakaan itu, baik hukuman di dunia maupun di akhirat kelak.
2. Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian lainnya atau dalam kata lain adanya ketidak adilan anak atas sebagian lainnya yang diberikan orang tua kepada anaknya.
3. Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil, kelalaian terhadap hak ibu dan adanya sikap lebih condong pada salah satu istri, hingga merugikan istri yang lain.
4. Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong sahabatnya yang mendorong menentang orang tuanya.
Diriwayatkan dari abu hurairoh r.a dia berkata: “ Rasulullah SAW bersabda :
Artinya “ Akhlak seseorang itu tergantung pada akhlak sahabat karibnya, karena itu, hendaklah salah seseorang diantara kalian memperhatikan siapa yang digauli (nya).
(Musnad Imam Ahmad, Juz 16, hlm. 226, no Hadist 7685).
5. Faktor ekonomi, adanya faktor ekonomi mengakibatkan adanya perlawanan antara orang tua dan anaknya.
5. Hukuman Bagi Anak Yang Durhaka
Diantara
hukuman bagi orang yang durhaka kepada orang tua adalah :
1. Pelakunya menjadi sosol yang dilaknat oleh ALLah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
Artinya : “Allah melaknat orang yang mengubah batas (patok) tanah , Alllah melaknat budak yang bertuan kepada selain tuannya, Allah melaknat orang yang menyesatkan jalan orang orang yang buta , Allah melaknat orang yang menyembelih (hewan) untuk selain, , Allah melaknat orang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang Allah melaknat orang yang durhaka kepada orang tua dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth”. (Musnad Imam Ahmad, Juz 6, hlm 298, Hadist no. 2765)
1. Pelakunya menjadi sosol yang dilaknat oleh ALLah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
Artinya : “Allah melaknat orang yang mengubah batas (patok) tanah , Alllah melaknat budak yang bertuan kepada selain tuannya, Allah melaknat orang yang menyesatkan jalan orang orang yang buta , Allah melaknat orang yang menyembelih (hewan) untuk selain, , Allah melaknat orang yang melakukan hubungan seksual dengan binatang Allah melaknat orang yang durhaka kepada orang tua dan Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth”. (Musnad Imam Ahmad, Juz 6, hlm 298, Hadist no. 2765)
2.Rizkinya akan
dipersempit Kalaupun rizkinya dilapangkan, itu merupakan stidraz ( tipuan )
baginya dengan demikian, barang siapa yang berbakti kepada kedua orang tuanya,
maka Allah akan melapangkan rizkinya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist :
Artinya : Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah dan dilapangkan rizkinya. Serta dihindarkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah ia bertaqwa dan membina silaturrahmi. (Al-Mustadrak, al-hakim, Juz, hlm 128, hadist no. 7389).
Artinya : Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah dan dilapangkan rizkinya. Serta dihindarkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah ia bertaqwa dan membina silaturrahmi. (Al-Mustadrak, al-hakim, Juz, hlm 128, hadist no. 7389).
3. Ajalnya tidak akan ditangguhkan
4. Pelakunya berpeluang meninggal dunia dengan buruk, ia berpeluang meninggal dalam keadaan buruk, seperti dalam keadaan maksiat.
5. Amalnya tidak diterima meskipun amal itu baik, hal; tersbut disebabkan dia telah durhaka kepada kedua orang tuanya , di riwiyatkan dari umamah al-bahili, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : Ada tiga (kelompok) yang Allah tidak akan menerima sharf dan tidak pula adl Nya, yaitu orang-orang yang durhaka (kepada orang tuanya) , orang yang sering menyebut-nyebut apa yang telah dia berikan dan orang mendustakan taqdir. ( al-Ibanah al-Kubraq, Ibnu Bathah, Juz 4, hlm 60 hadist no. 153).
4. Pelakunya berpeluang meninggal dunia dengan buruk, ia berpeluang meninggal dalam keadaan buruk, seperti dalam keadaan maksiat.
5. Amalnya tidak diterima meskipun amal itu baik, hal; tersbut disebabkan dia telah durhaka kepada kedua orang tuanya , di riwiyatkan dari umamah al-bahili, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : Ada tiga (kelompok) yang Allah tidak akan menerima sharf dan tidak pula adl Nya, yaitu orang-orang yang durhaka (kepada orang tuanya) , orang yang sering menyebut-nyebut apa yang telah dia berikan dan orang mendustakan taqdir. ( al-Ibanah al-Kubraq, Ibnu Bathah, Juz 4, hlm 60 hadist no. 153).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Allah SWT telah mengharamkan bagi seorang anak durhaka
kepada kedua orang tuanya (uququl walidain). Asy-Syaikh Abu ‘Amr bin
Ash-Shalah rahimahullah bertutur dalam kitab Al-Fataawaa, bahwa ‘uququl
walidain adalah setiap perbuatan yang bisa menyebabkan orang tua terluka
atau yang semisalnya. Termasuk dosa besar perbuatan yang mengarah pada
kedurhakaan, seperti memaki atau menghina orang tua orang lain. Dan Allah akan
mempercepat azab bagi orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya sebelum
datangnya ajal.
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Durhaka kepada kedua orang tu adalah mengabaaikan hak-hak mereka, membangkang terhadap mereka dan melakukan hal-hal yang tidak mereka suka, menyakiti mereka, meski hanya dengan sepataah kata atau pandangan menyakitkan.
2. Durhaka kepada orang tua adalah suatu hal yangdi haramkan dan termasuk dosa besar setelah syirik.
3. Penyebab dari timbulnya sikap tersebut, diantaranya adalah :
a) Tidak mengetahui keagungan orang tua.
b) Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian
c) Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil
d) Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong sahabatnya yang mendorong menentang orang tuanya
4. Hukuman bagi orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya :
a) Pelakunya menjadi sosok yang dilaknat oleh Allah
b) Rizkinya akan di persempit
c) Ajalnya tidak akan ditangguhkan
d) Pelakunya berpulang meninggal dunia dalam keadaan yang buruk
e) Amalnya tidak akan diterima meskipun amal itu baik
f) Anak cucunya akan durhaka kepadanya.
1. Durhaka kepada kedua orang tu adalah mengabaaikan hak-hak mereka, membangkang terhadap mereka dan melakukan hal-hal yang tidak mereka suka, menyakiti mereka, meski hanya dengan sepataah kata atau pandangan menyakitkan.
2. Durhaka kepada orang tua adalah suatu hal yangdi haramkan dan termasuk dosa besar setelah syirik.
3. Penyebab dari timbulnya sikap tersebut, diantaranya adalah :
a) Tidak mengetahui keagungan orang tua.
b) Adanya sikap orang tua yang lebih mengutamakan atau mementingkan sebagian
c) Kelalaian dari orang tua dalam menafkahi anak-anaknya semasa kecil
d) Berteman dengan orang-orang yang buruk budi pekertinya yang mendorong sahabatnya yang mendorong menentang orang tuanya
4. Hukuman bagi orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya :
a) Pelakunya menjadi sosok yang dilaknat oleh Allah
b) Rizkinya akan di persempit
c) Ajalnya tidak akan ditangguhkan
d) Pelakunya berpulang meninggal dunia dalam keadaan yang buruk
e) Amalnya tidak akan diterima meskipun amal itu baik
f) Anak cucunya akan durhaka kepadanya.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, dengan harapan
semoga bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dperlukan
demi kemaslahatan bersama, dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya. supaya
pembenahan dari isi dan subtansi makalah ini bisa lebih baik, dan mudah-mudahan
didalam pembuatan makalah ini bisa bermanfaat, amin.
[1][1] Ibnu Hajar
al-Asqolani, Terjemahan lengkap Bulughul Maram, ( Jakarta:
Akbar,cet2,2009),hlm.671.
[1][2] Imam nawawi, Terjemah
Riyadhus Shalihin juz I, (Jakarta: Pustaka Amani,cet IV,1999),hlm.327.
[1][4] Imam ibnu
Al-Jauzi, Shahih Bukhari juz IV,(Qohiroh:Darul Hadis,2008),hlm.138.
[1][5] Imam Muhammad bin Ismail
al-‘amir al-Yamin as-Son’ani, Subulussalam, Syarh Bulughul Maram, (
Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah,1998)hlm,306.
[1][6] Yunahar Ilyas,
Kuliah Akhklak,(Yogyakarta,LPPI,cetIX,2007),hlm.147-152.
[1][7] Mahmud Sya’roni, Cermin
Kehidupan Rosul,(Semarang: Aneka Ilmu,cet I, 2006),hlm.378.
[1][8] Yunahar Ilyas, Kuliah
Akhlak,..hlm.152-156.
[1][9] Yunahar Ilyas, Kuliah
Akhlak,...hlm,157-159.
Komentar
Posting Komentar